Jangan Injak Koin Itu!
Nasib Uang Koin
Pertanyaan dari gambar di atas: jika koin yang tercecer di jalan berubah menjadi kertas lembaran Rp100.000,00 apakah nasibnya akan sama dengan koin-koin ini?
Sejauh pengamatan saya, selama itu masih berbentuk lembaran kertas, masih bisa dipastikan uang itu akan dipungut oleh manusia. Namun, tidak demikian halnya jika itu berbentuk koin (uang logam), khususnya uang logam Rp100,00. Nasibnya sungguh malang.
Uang koin yang tercecer di jalan seringkali pertama: terlewati oleh manusia, terinjak oleh kaki manusia, dan terlindas dengan roda kendaraan manusia. Imbuhan "ter-" di sini berarti manusia tidak sengaja melewati; tidak sengaja menginjak; tidak sengaja melindas. Pertanyaan di sini: mengapa tidak sengaja?
Setidaknya ada dua jawaban logis: 1. Ukuran uang koin lebih kecil dari uang kertas sehingga tidak terlihat mata dengan cepat dan jelas; 2. Karena berbahan kertas, lembaran uang kertas akan bergerak oleh angin. Gerakan inilah yang menarik perhatian mata. Sedangkan uang koin terbuat dari bahan logam. Tidak dapat bergerak. Oleh sebab itu keberadaannya tidak segera ditangkap oleh mata manusia.
Baiklah kalau begitu. Tapi koin juga punya nasib kedua: dilewati oleh manusia, diinjak oleh manusia dan dilindas dengan kendaraan oleh manusia. Imbuhan "di-" di sini berarti manusia dengan sengaja melewati; dengan sengaja menginjak; dengan sengaja melindas. Pertanyaan di sini: mengapa sengaja?
Soal alasan pastinya ada di diri mereka yang sengaja melakukan itu. Yang dapat saya pastikan di sini adalah adanya unsur kesengajaan. Uang koin yang tercecer di jalan umumnya seringkali dilewati dengan sengaja, dibiarkan dengan sengaja bahkan diinjak dengan sengaja.
Ini hasil dari pengamatan yang sudah sangat lama saya lakukan secara sengaja atau tidak sengaja dalam perjalanan hidup saya, setidaknya sejak pertama kali saya menaruh perhatian terhadap perbedaan sikap dan tindakan manusia pada saat melihat uang kertas dan uang logam yang tercecer di jalan.
Saya menemukan bahwa pada umumnya uang-uang koin tidak dipungut oleh manusia. Hanya dilihat saja dan dibiarkan tetap di posisinya. Dipindahkan dari kemungkinan makin diinjak oleh lebih banyak kaki manusia pun tidak! apalagi dipungut untuk dirinya. KHUSUSNYA UANG LOGAM Rp100,00 NYARIS JADI SAMPAH DI MATA MANUSIA yang melihatnya di jalan.
Manusia dan Kebaikan Allah
Pernahkah Anda bertanya kepada diri Anda sendiri:
- Mengapa mata saya yang melihat koin itu, bukan mata orang lain?
- Sempatkah terlintas di benak kita bahwa pada saat itu Tuhan sedang mengamati kita?
- Mengertikah kita, bahwa pada saat mata kita dibuat menjadi melihat koin itu, Ia yang menciptakan kita sedang mencari tahu apa arti Rp100,00 itu bagi kita?
- Apakah kita memandangnya sebagai sesuatu yang berharga atau tidak!
- Apakah kita memandang koin Rp100,00 itu adalah pemberian Tuhan? Ataukah, bukan!
Tampaknya, pada umumnya manusia menganggap koin-koin di jalan itu tidak berharga. Uang Rp100,00 dianggap bukan pemberian dari Allah atau belum bisa disebut rejeki dari Allah. Dan pastinya, koin-koin itu umumnya dianggap masih punya pemilik. Terbukti koin-koin yang tercecer di jalan kebanyakan "malu" disentuh apalagi dipungut oleh orang yang melihatnya. Mungkin karena alasan-alasan itulah koin-koin yang tercecer di jalan umumnya hanya dilihat saja, dilewatkan saja, bahkan diinjak tak apa.
Sekarang, bagaimana bila itu bukan koin Rp100,00 melainkan lembaran Rp100.000,00. Apakah pandangan kita masih sama? Atau, sudah berubah sekarang? Bahwa, lembaran Rp100.000,00 itu adalah REJEKI NOMPLOK DARI ALLAH?
Seperti itukah? Jadi, uang koin Rp100,00 yang tercecer di jalan adalah bukan rejeki dari Allah, masih punya pemilik, maka malu diambil. Sedangkan uang kertas lembaran Rp100.000,00 itu baru rejeki dari Allah yang memang tadinya milik orang lain tetapi dijadikan Allah milik kita.
Akan adakah uang Rp100.000,00 itu tanpa Rp100,00? Atau, akan adakah uang 1 miliar TANPA UANG Rp100,00? Tidak ada satupun di antara kita akan punya uang ribuan, ratusan, jutaan, miliaran, bahkan triliunan TANPA Rp100,00!
Kita cenderung menghargai pemberian Tuhan bila itu datang dalam bentuk berkat yang besar. Kita cenderung melihat Allah itu baik hanya dalam perkara-perkara besar. Sebaliknya, manusia cenderung tidak melihat kebaikan Allah dalam perkara-perkara kecil. Seolah uang Rp100,00 bukan rejeki dari Allah. Uang Rp100.000,00 barulah itu rejeki dari Allah.
Allah belum begitu baik bila itu hanya nasi goreng di pinggir jalan. Allah baik ketika akhirnya kita bisa makan nasi goreng di restoran hotel bintang lima. Padahal sama-sama nasi goreng. Hanya beda tempat makan.Allah biasa-biasa saja ketika ikan goreng menemani sepiring nasi, tetapi Allah akan menjadi lebih baik kalau ikan goreng sudah berubah menjadi ayam goreng.Allah cukup baik dengan memberikan sepeda motor, tapi Allah akan sangat baik ketika motor telah berganti mobil, dst.
Tanpa sadar kita mengukur kebaikan Allah dari apa yang memuaskan dan menyenangkan hati kita. Kita mengukur kebaikan Allah dari kuantitas yang besar dan kualitas kenikmatan yang besar. Seolah-olah Allah hanya ada di Rp100.000,00, tidak ada di Rp100,00. Akhirnya, banyak mata yang tidak tertarik dengan koin pemberian-Nya. Banyak kaki telah menginjak pemberian-Nya. Banyak kendaraan telah melindas berkat-Nya.
Gembira hati bila menemukan lembaran Rp100.000,00 yang tercecer di jalan. Kemanakah gembira itu terhadap koin Rp100,00? Demikianlah kita manusia. Ketika Allah punya 1 alasan, manusia punya 1001 dalih. Sesungguhnya, kita bukan tidak diberkati Tuhan, kita yang tidak tahu bersyukur!
Jangan Injak Koin Itu!
Itu adalah pemberian Tuhan. Itu berkat dari Tuhan. Ia melihat seperti apakah hati kita menghargainya. Bagaimana Ia akan memercayakan berkat-Nya atau rejeki-Nya yang besar kepada kita bila mata hati kita tidak dapat melihat kebesaran-Nya dalam perkara yang kecil?
Ini tidak berarti kita akan menjadi orang kaya karena memungut koin-koin itu. Itu bukan tujuan surgawi. Tujuan mata jasmani kita dibuat-Nya melihat koin itu agar mata iman kita terarah kepada-Nya dan hati kita pun bersyukur. Hati yang tahu bersyukur dan menghargai pemberian-Nya itulah tujuan surgawi.
Sebesar apa seorang anak manusia menghargai Tuhannya, sebesar itu pula ia menghargai pemberian dari Tuhannya. [HEP]
Sepeda pemberian seorang presiden akan sangat tinggi harganya di tangan penerimanya. Ia pasti akan senang sekali menerimanya dan menganggap itu sebagai pemberian yang sangat berharga di hidupnya, padahal itu hanya sebuah sepeda bukan mobil. Namun, karena itu dari presiden, maka di situlah letak tingginya nilai harga sepeda itu di tangan penerimanya.
Jika Anda memandang koin-koin itu adalah pemberian Tuhan, Anda pasti tidak akan melewatkannya, Anda pasti tidak berani menginjaknya, apalagi melindasnya.
Hidup bukanlah apa yang kita miliki, tetapi apa yang kita syukuri. [HEP]
God is Love
©HEP
Posting Komentar untuk "Jangan Injak Koin Itu!"