Keadilan Substantif Versus Keadilan Normatif
2 Korintus 8:12–15 -- 8:12 Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu. 8:13 Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan. 8:14 Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan. 8:15 Seperti ada tertulis: "Orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan."
Efesus 2:8–9 -- 2:8 Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, 2:9 itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.
Filipi 2:5-11 -- 2:5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, 2:6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, 2:7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. 2:8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. 2:9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, 2:10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, 2:11 dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!
Pada umumnya setiap orang di dunia ini mendambakan suatu KEADILAN. Apakah arti keadilan menurut Anda? Tentunya banyak ragam orang memandang keadilan itu dan penilaian manusia memandang keadilan itu sangatlah relative dan cenderung subyektif. Misalnya, seorang karyawan mengatakan adil bila majikan di tempat ia bekerja memberikan upah yang besar atas hasil pekerjaannya. Sebaliknya, ia merasa diperlakukan tidak adil bila hasil pekerjaannya dibayar lebih rendah dari yang ia harapkan. Demikian juga sang majikan, berdasarkan penilaian subjektifnya, merasa sudah memberikan keadilan dengan memberikan upah minimal yang diukur dari prestasi kerja karyawannya. Jadi, ada unsur pamrih di sini atau dengan istilah lain ada take and givenya.
Inilah yang dinamakan KEADILAN TRANSAKSIONAL. Manusia menerapkan keadilan jual beli atau business juctice. Falsafah keadilan seperti inilah yang melanda seluruh dunia. Sebab itu, tidaklah mengherankan kalau KEKUATAN UANG sangat berperan dalam menentukan keadilan di dunia ini. Untuk mengatur tidak terjadinya konflik dalam memecahkan masalah keadilan ini, maka dibuatlah sejumlah aturan/regulasi/undang-undang menjadi PERATURAN NORMATIF yang mengikat semua orang.
Siapakah pembuat undang-undang/regulasi itu? Bukankah dibuat oleh manusia yang notabene adalah orang berdosa dan tidak memiliki keadilan! Bagaimana manusia bisa memberikan keadilan, kalau ia sendiri tidak memiliki keadilan atau kebenaran? Sesuatu yang sangat mustahil. Ibarat orang sakit berobat pada orang sakit pula. Itulah sebabnya sejak ribuan tahun lalu orang mendambakan seorang Mesias Sang Raja Kebenaran dan Keadilan yang telah dijanjikan Allah untuk menyelamatkan manusia dari ketidakadilan akibat dosa. Namun sayang, Sang Keadilan dalam rupa manusia/hamba Allah bernama Yesus Kristus ditolak kehadiran-Nya di dunia ini. Manusia lebih senang meneruskan sistem/tatanan dunia yang jauh dari keadilan ini.
Renungan kali ini "Keadilan Substantif Versus Keadilan Normatif" akan memberikan pemahaman baru tentang keadilan yang kita pahami selama ini. Di atas secara singkat sudah dijelaskan tentang KEADILAN NORMATIF. Sekarang marilah kita tampilkan jenis keadilan yang berbeda dengan keadilan yang diadopsi dunia ini, yaitu KEADILAN SUBSTANTIVE.
Keadilan substantif adalah suatu keadilan yang tidak didasari oleh norma-norma yang diatur manusia. Para pemimpin pemerintahan di dunia ini berusaha membuat undang-undang atau aturan-aturan supaya bisa menegakkan keadilan di muka bumi ini. Oleh sebab itu muncul beberapa ideologi negara yang dipakai untuk menerapkan sistem keadilan. Ada sistem sosialis, ada sistem komunis, ada pula sistem liberal kapitalis, sistem Pancasila, dan sistem lainnya. Penulis tidak akan membahas sistem ideologi ciptaan manusia ini karena tiap-tiap sistem ciptaan manusia ini ada plus minusnya dan tidak akan memenuhi rasa keadilan bagi manusia karena pencipta sistem-sistem ini juga adalah manusia yang berdosa dan tidak ada kebenaran dan keadilan di dalam dirinya.
Keadilan bisa tercapai bila Sang Kebenaran, Sang Keadilan memerintah dunia ini. Siapakah Sang Kebenaran itu? Tidak ada seorang pun di dunia ini kecuali Dia yang berkata: Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, dan kelak di hari penghakiman Dia akan menjadi HAKIM YANG BENAR DAN ADIL. Dialah pemilik keadilan yang substantif. Dia tidak membeda-bedakan orang. Di mata-Nya semua orang sama telah berdosa dan akibat dosa manusia telah mati, tidak berdaya, miskin papa dan perlu belas kasihan-Nya. Oleh sebab itu Keadilan Allah bukanlah suatu ideologi manusia. Keadilan substantif tidaklah sama dengan ideologi keadilan sistem sosial atau sistem komunis yang menegakkan keadilan berdasar pada ideologi bagi rata dengan jalan pemaksaan dari pihak yang berkuasa. Persamaan hak yang dipaksakan seperti ini akan menimbulkan peperangan atau saling bunuh bagi orang yang tidak setuju yang juga akan menggunakan kekerasan untuk melawannya.
Lalu, apa perbedaan Keadilan Allah dengan keadilan sistem sosialis dan komunis, bukankah mereka juga memperjuangkan persamaan hak? Tentu saja berbeda, Saudara! Tuhan Yesus berkata bahwa penguasa dunia ini menjalankan keadilan dengan tangan besi, tetapi Sang Kebenaran, Dia datang bukan dengan tangan besi tetapi dengan KASIH. Apakah artinya kasih? Banyak orang mudah mengucapkan tetapi sukar untuk memahami akan makna kasih itu apalagi untuk mempraktekannya. Kasih bukanlah suatu indakan charity atau memberi sumbangan, amal, donasi. Sama sekali bukan itu. Mau tahu saudara artinya kasih dan apa bedanya dengan charity?
Untuk menjelaskannya, marilah kita melihat contoh nyata dari Sang Kasih, Sang Kebenaran, Tuhan kita Yesus Kristus. Dia yang adalah Tuhan, Mahakuasa, Mahakaya mau berpindah tempat menjadi orang tidak berdaya, Mahamiskin dengan jalan mengorbankan diri-Nya. Tuhan Yesus tidak datang sebagai orang kaya yang memberikan charity seperti banyak yang dilakukan oleh ajaran agama dewasa ini, tetapi sejarah mencatat Ia datang sebagai Manusia yang paling hina untuk memperlihatkan wujud Kasih Allah, Ia rela bekorban, Ia rela merendahkan diri-Nya, melepaskan harga diri/gengsi-Nya. Sangat berbanding terbalik dengan yang dilakukan oleh manusia dimana untuk mempertahankan harga diri atau gengsi manusia saling membunuh dan melenyapkan. Akan tetapi, substansi Kasih Allah melekat erat dengan keadilan-Nya.
Lalu, apa bedanya dengan charity atau amal atau donasi, bukankah sama-sama memberi atau juga sama sama berkorban? Charity atau amal atau donasi bukanlah wujud dari kasih! Mengapa? Karena si pemberi memberi dari kelebihan atau kekayaanya bahkan tidak sedikit pula yang memberi dari hasil korupsi! Sedangkan kasih adalah MEMBERI DARI KEKURANGAN atau KEMISKINAN sehingga pada akhirnya karena ketiadaannya maka yang diberikannyaadalah dirinya sendiri. Itulah yang diberikan oleh Yesus Kristus, Ia memberi diri-Nya. Itulah persembahan yang berkenan di hadapan Allah.
Mari kita perhatikan sejak perjanjian Lama, bukankah persembahan korban Habel yang diterima oleh Tuhan karena persembahannya adalah korban nyawa domba yang kemudian nyawanya sendiri. Begitu pula korban Ishak, juga adalah mengorbankan dirinya, meskipun akhirnya harus diganti oleh korban domba yang kemudian melambangkan korban Kristus yang merupakan domba Allah menggantikan Ishak ribuan tahun sebelumnya. Mungkin Saudara bertanya, mengapa bukan Ishak saja yang dikorbankan, mengapa harus menunggu Yesus ribuan tahun kemudian dan bila itu yang terjadi maka Ishaklah sang Mesias/Juruselamat dunia. Mengapa Ia hanya dijadikan simbol saja dari kedatangan domba Allah yang sebenarnya?
Seperti pernah saya jelaskan pada artikel saya sebelumnya tentang pertobatan lahir baru di mana telah dijelaskan bahwa Adam pertama telah berdosa. Adam pertama adalah benih Allah pertama yang lahir ke dunia bukan hasil hubungan biologis antara manusia laki-laki dan perempuan, Ia dihembuskan oleh nafas Allah sendiri. Akan tetapi, setelah berdosa benih Allah pertama ini telah rusak oleh dosa, maka benih keturunan Adam selanjutnya adalah lahir dari benih dosa termasuk Ishak lahir dari hubungan biologis dari benih dosa. Benih Dosa menghasilkan benih dosa pula. Hukuman dosa adalah kematian kekal di neraka, maka Allah berjanji akan mengirimkan suatu benih Allah yang baru yang steril dari dosa. Di dalam diri Tuhan Yesus Kristus, Dialah Benih Allah yang baru, Manusia Allah atau gambar Allah yang baru.
Pelajaran apa yang dapat kita petik dari pembahasan tentang perbedaan Keadilan Substantif dengan Keadilan Normatif? Pertama, keadilan yang diadopsi oleh dunia ini adalah keadilan yang bersifat normatif dimana keadilan didasarkan atas prestasi dan kerja keras seseorang. Sedangkan keadilan Allah adalah bersifat substantive dimana manusia harus mengakui keadaan dirinya telah berdosa dan mengakibatkan kematian kekal di neraka.
Sebab itu benih dosa pada manusia lama keturunan Adam I haruslah diganti oleh benih kasih Manusia Baru di dalam diri Tuhan kita Yesus Kristus. Oleh sebab itu manusia perlu pertobatan lahir baru, dilahirkan kembali. Seseorang yang menyadari keadaan dirinya tidak berdaya akan menyebabkan ia mencari pertolongan dan memohon belas kasihan dari Sang Juruselamat. Sama seperti seorang sakit kronis yang membutuhkan dokter penyembuhnya. Sebaliknya, orang sakit yang tidak menyadari dirinya sakit, maka ia tidak akan mempedulikan keselamatan untuk dirinya dan mereka tetap dalam kutuk hukuman dosa karena mereka menolak grasi dari Tuhan Yesus Kristus.
Keadilan Allah didasarkan oleh kasih dan wujud kasih adalah pengorbanan. Sedangkan Keadilan normatif adalah keadilan yang didasarkan oleh prestasi dan kerja keras. Itulah sebabnya Rasul Paulus mengingatkan dalam surat kirimannya pada jemaat Efesus bahwa kita diselamatkan oleh karena KASIH KARUNIA BUKAN OLEH HASIL USAHA/Prestasi kerja keras kita.
Di tengah dunia yang jauh dari keadilan ADA BERITA SUKACITA BAGI ORANG LEMAH, orang-orang kecil korban ketidakadilan dari orang-orang kuat atau orang-orang kaya. Wujud keadilan Allah yang substantif telah datang ke dalam dunia dan dunia tidak mengenalnya karena rahasia Kerajaan Surga diberikan kepada orang-orang lemah yang dianalogikan oleh Yesus sebagai anak kecil yang berhak atas Kerajaan Surga. Sebaliknya ADA BERITA DUKACITA BAGI ORANG KAYA karena bagi mereka sangat sukar untuk masuk Surga karena mereka lebih memilih surga imitasi yang ditawarkan dunia ini. Kiranya kita diberikan hikmat untuk memahami Keadilan Allah yang bersifat substantif itu. Amin. ***
By. Ev. Andereas Dermawan
Posting Komentar untuk "Keadilan Substantif Versus Keadilan Normatif"