Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tuhan Menyesal Memilih 1 Samuel 15:10-11, 16:14a



Kontemplasi "Hamba Tuhan".

1 Samuel 15:10-11, 16:14a
(10) Lalu datanglah firman TUHAN kepada Samuel, demikian: (11) "Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firman-Ku." --- 16:14a Tetapi Roh TUHAN telah mundur dari pada Saul.

Saul diperintahkan TUHAN untuk menumpas tuntas orang Amalek. Tidak boleh ada yang tersisa dari mereka pun segala kepunyaan mereka. Akan tetapi, Saul tidak melakukan sepenuhnya perintah yang disampaikan TUHAN melalui nabi Samuel. Saul membiarkan Agag, raja orang Amalek, tetap hidup, dan juga mengambil segala yang berharga kepunyaan orang Amalek menjadi jarahan mereka (selengkapnya 1 Sam 15). Maka, firman TUHAN: "Aku menyesal, karena Aku telah ....".

Terpaku membaca ini. Selalu dan selalu. Teringat akan pernyataan seorang anggota jemaat tentang salah satu hamba Tuhan. Ia berkata, "Dulu semasa mudanya, beliau sangat bersemangat. Pelayanannya menyentuh hati banyak orang. Jemaat seakan dibangunkan dari tidur mereka. Namun, dipertengahan usia pelayanannya, ia tampak kehilangan 'kuasa dari Allah'. Sepertinya karunia itu diambil oleh Allah." Apa yang terjadi? Tak seorang pun dapat memastikan.

Ah, saya tidak ingin lebih jauh terlibat dalam percakapan ini. Namun, kita tidak boleh mengacuhkan pandangan ini. Anggota jemaat itu menolong kita untuk melihat diri kita sendiri dalam kerja pelayanan yang dipercayakan Tuhan kepada kita. Merekalah yang dapat melihat apakah Roh urapan itu masih ada pada diri kita atau telah meninggalkan kita. Apakah kehadiran kita menjadi kehadiran yang berbeda dari yang lainnya, atau sama saja.

Apakah kehadiran kita bagaikan kehadiran tamu kehormatan yang dilayani sedemikian rupa oleh tuan rumah hingga masa menetap itu berakhir? Apa yang kita kerjakan? Mengurus administrasi gereja, memimpin rapat dan persidangan, melaksanakan pelayanan sesuai jadwal, menghadiri undangan demi undangan, mendoakan orang-orang sakit tergantung kondisinya dan sesuai pemberitahuan. Sudah, cukup. Selebihnya, menanti waktu menerima upah, baik dari jemaat maupun dari pihak pengutus (sinodal). Jutaan. Belum lagi tuntutan saya butuh ini (fasilitas), saya harus ke sini (biaya transportasi), saya atau suami/isteri atau anak-anak saya sakit (biaya kesehatan), dsb. Lalu, bagaimana dampak dari kehadiran kita bagi pertumbuhan iman jemaat ke arah Kristus?

Benar, bahwa jubah itu masih membungkus di raga, tetapi itu tidak berdampak apa-apa terhadap perubahan hidup orang banyak. Kehadiran kita bisa saja telah menjadi kehadiran pemimpin organisasi gereja semata. Mungkin, tanpa sadar kita pun ikut menggiring gereja laksana sebuah perusahaan yang harus terus melumbungkan keuangan gereja sebanyak-banyaknya. Tak mampu bersuara atau cenderung membiarkan gereja bicara hal untung dan rugi dalam mengeluarkan biaya demi suatu kerja pelayanan.

Terkadang kita ada, tetapi tiada. Kita ada sebagai Pendeta Jemaat dan/atau Ketua Jemaat, tetapi kita tidak ada sebagaimana seharusnya kita ada. Kita yang diutus sebagai gembala -- "Gembalakanlah domba-domba-Ku" (Yoh 21:15-17) -- malah mengutus perwakilan-perwakilan untuk turun ke lapangan. Kehadiran pendamping-pendamping pelayan (penatua/syamas/diaken) dan rekan-rekan di kemajelisan seakan telah menjadi kepala-kepala staf di perkantoran. Kepala-kepala staf ini pun telah menjadikan dirinya setingkat lebih tinggi dari bawahannya, yakni pengurus-pengurus kategorial, dsb. Semakin jauhlah jarak antara gembala yang diutus Tuhan itu dari domba-dombanya. Birokrasi-Hirarkis, ah itu biasa. Jubah kehambaan telah menjadi jubah kebesaran.

Tuhan berkata, "Harus begini", tetapi kita berkata, "Tergantung situasi". Tuhan bilang, "Pergilah ke sana", kita berkata, "Maaf, cuaca buruk". Tuhan bilang, "Hampirilah!", kita bilang, "Tidak ada pemberitahuan". Tuhan berkata, "Hukum Kasih", kita berkata: "Ow, kita punya aturan gereja sendiri". Tuhan bilang "Penuhi bejanamu", kita bilang, "Hari ini melelahkan".

Entahlah, apakah kita masih punya ruang pribadi dengan Dia yang mengutus kita atau tidak. Kita yang adalah pemberita firman seringkali justru tidak lagi punya waktu untuk membaca firman secara pribadi. Hamba yang tidak menghambakan diri. Pekerja Tuhan yang dituankan. Pelayan yang dilayani. Berjubah, ya. Berjiwa hamba, entahlah. Memimpin tanpa dipimpin oleh-Nya. Mengurapi tanpa diurapi ... ada tetapi tiada.

God is Love
©HEP

Posting Komentar untuk "Tuhan Menyesal Memilih 1 Samuel 15:10-11, 16:14a"