Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bila Menjadi Marah | Efesus 4:26-27

HEP

Efesus 4 (26) Apabila kamu menjadi marah, janganlah  kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu (27) dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis.

Jangan memberi kesempatan kepada Iblis untuk membakar amarah. Saat marah, peluang Iblis menjadi lebih besar untuk menerkam kesabaran dan penguasaan diri bahkan segala yang baik pada diri Saudara.

Pertama, ia akan memakai pikiranmu untuk memanaskan hatimu sendiri. Kedua, ia akan memakai isteri, suami, anak-anak, orang tua, kakak-adik, atau orang-orang yang dekat denganmu untuk membakar amarahmu. Ketiga, ia akan mendatangkan orang-orang dari luar yang jauh maupun dekat untuk mempertajam kemarahan Saudara.

Cermatilah kata-kata di pikiranmu dan kata-kata dari orang-orang yang ada di sekitarmu saat itu. Bila perkataan-perkataan itu mengandung hasutan yang menjadikanmu lebih marah dan mendesak untuk melakukan tindakan yang tidak benar, maka Saudara harus tahu, itu bukan pikiran Saudara sendiri. Itu juga bukan dari isteri, suami, anak, kakak-adik, orangtua, tetangga, dan siapa pun itu. Itu berasal dari Iblis! Itu adalah salah satu bentuk kerja Iblis.

Iblis menyusup di pikiran dan hati orang-orang itu dan terutama di pikiranmu untuk menghasut dan menjerat Anda masuk ke dalam perangkapnya seperti yang dilakukannya terhadap Yudas Iskariot. >>> Mereka sedang makan bersama, dan Iblis telah membisikkan rencana dalam hati Yudas Iskariot, anak Simon, untuk mengkhianati Dia. (Yohanes 13:2)

Iblis pun pernah menyusup di pikiran Petrus, salah satu murid yang paling dekat dengan Yesus, untuk mengintimidasi Yesus. >>> (32) Hal ini dikatakan-Nya dengan terus terang. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia. (33) Maka berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus, kata-Nya: "Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." (Markus 8)

Oleh karena itu, tolaklah segala hasutan dalam bentuk apa pun. Saudara dapat melakukannya dengan mengucapkan  secara tegas di dalam hati Saudara kalimat yang diucapkan Tuhan Yesus ini: "Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia", atau juga dengan kalimat firman Tuhan ini: Menjauhlah dari padaku, hai penjahat-penjahat; aku hendak memegang perintah-perintah Allahku. (Mazmur 119:115), maka dengan itu Saudara mematahkan intimidasi [gertakan] Iblis untuk membuat Saudara berbuat dosa di saat Saudara sedang marah. >>> Supaya Iblis jangan beroleh keuntungan atas kita, sebab kita tahu apa maksudnya. (2 Korintus 2:11)

Apabila Saudara sudah berdoa kepada Sang Sahabat itu -- lihat bagian 1: Bila Menjadi Marah - Mazmur 4:5 -- dan Saudara diberi pertimbangan untuk bertemu dengan orang yang membuat Saudara marah itu guna membicarakan secara terbuka hal-hal yang Saudara perkarakan kepadanya >>> Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegor orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia. (Imamat 19:17), maka Saudara harus mengingat satu hal ini, yakni Saudara harus siap untuk menjadi pendengar.

Sebagaimana Saudara ingin segera menyampaikan sebab-sebab kemarahan Saudara kepada orang yang bersangkutan (= ingin didengar), demikian juga sebaliknya Saudara harus belajar mendengarkan, yakni memberi kesempatan kepada orang itu untuk bicara dan menjelaskan hal-hal yang Saudara marahkan pada dirinya. >>> Jikalau seseorang memberi jawab sebelum mendengar, itulah kebodohan dan kecelaannya. (Amsal 18:13)

Catatan penting di sini ialah, langkah pertemuan ini disarankan hanya bila Saudara benar-benar sudah menempuh langkah pertama yang dipaparkan di bagian 1 [Bila Menjadi Marah - Mazmur 4:5], yakni berdoa, sehingga amarah Saudara sudah reda dan Saudara sudah tenang kembali tatkala Saudara melakukan pertemuan itu. 

Percakapan yang berlangsung terbuka dan jujur akan membuat hal yang Saudara perkarakan akan menjadi jelas dan terang. Karena bisa saja hal penyebab kemarahan Saudara ternyata hanyalah prasangka Saudara semata >>> Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil. (Yohanes 7:24)atau hanya berdasarkan apa kata orang, bukan kenyataan yang sesungguhnya seperti yang dilakukan Potifar kepada Yusuf.

Kejadian 39 (19) Baru saja didengar oleh tuannya perkataan yang diceritakan isterinya kepadanya: begini begitulah aku diperlakukan oleh hambamu itu, maka bangkitlah amarahnya.  (20) Lalu Yusuf ditangkap oleh tuannya dan dimasukkan ke dalam penjara, tempat tahanan-tahanan raja dikurung. Demikianlah Yusuf dipenjarakan di sana.

Potifar tidak merasa perlu untuk memastikan kebenaran cerita isterinya. Hanya dengan berdasar pada pengaduan isterinya, Potifar serta merta mengambil tindakan penghakiman atas Yusuf tanpa lebih dahulu mendengar penjelasan Yusuf perihal perkara yang diadukan isterinya itu. Alhasil, ia memenjarakan orang atas tuduhan palsu.

Berhati-hatilah dalam menerima dan menanggapi hal-hal yang Saudara dengar dari ‘kata orang’. Jelilah memahami siapa orang yang Saudara dengar kata-katanya itu dan cerdaslah membaca maksud perkataannya. Saya berharap Saudara dapat membedakan mana “Iblis” dan mana “Malaikat” dari perkataan-perkataan orang itu. >>> Mulutnya lebih licin dari mentega, tetapi ia berniat menyerang; perkataannya lebih lembut dari minyak, tetapi semuanya adalah pedang terhunus. (Mazmur 55:22)

Perlu juga Saudara insafi, bahwa tidak semua orang dapat bertanggungjawab atas apa yang ia sudah katakan. Ada banyak orang yang dapat begitu saja menyangkali perkataannya sendiri meskipun perkataannya itu didengarkan oleh orang banyak. Jika Saudara menjadikan orang ini saksi atas perkara Saudara, maka Saudara akan kecewa sebab ia akan menyangkalinya. Ia bukan saksi yang setia bagi Saudara. >>> Saksi yang setia tidak berbohong, tetapi siapa menyembur-nyemburkan kebohongan, adalah saksi dusta. (Amsal 14:5)

Yang juga tidak boleh diabaikan setelah Saudara mau memberi diri untuk mendengar adalah tetaplah menaruh percaya kepada penjelasan atau pengakuan orang lain. Jika ia berdusta, itu bukan urusan Saudara lagi, tetapi ia dan Tuhannya. >>> Karena kami tidak pernah bermulut manis -- hal itu kamu ketahui -- dan tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi -- Allah adalah saksi - (1Tesalonika 2:5)

Memang ada kasus-kasus tertentu yang memerlukan penyelidikan lebih jauh bahkan sampai pada tindakan hukum. Namun bila keadaan tidak separah itu, yakni bila hanya berdasarkan prasangka pribadi atau bila hanya berdasarkan kata orang tanpa ada bukti-bukti kuat, termasuk tanpa saksi-saksi yang mendukung kebenaran atas hal yang Saudara perkarakan itu.

Ulangan 19:15 "Satu orang saksi saja tidak dapat menggugat seseorang mengenai perkara kesalahan apa pun atau dosa apa pun yang mungkin dilakukannya; baru atas keterangan dua atau tiga orang saksi perkara itu tidak disangsikan.

Matius 18:16 Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan.

Yohanes 8:17 Dan dalam kitab Tauratmu ada tertulis, bahwa kesaksian dua orang adalah sah.

2Korintus 13:1 Ini adalah untuk ketiga kalinya aku datang kepada kamu: Baru dengan keterangan dua atau tiga orang saksi suatu perkara sah.

Oleh sebab itu adalah baik untuk tetap percaya. Dalam hal ini Saudara juga harus belajar menginsafi, bahwa Saudara tetaplah manusia biasa yang bisa saja keliru atau salah untuk menjadi marah.

Ingatlah pula, bagaimana nabi Yeremia mengalami penghakiman dari Yeria, kepala jaga pintu gerbang Benyamin, dan pemuka-pemuka Yehuda hanya oleh karena prasangka dan ketidakpercayaan.

Nabi Yeremia datang ke daerah Benyamin dengan maksud hendak mengurus soal pembagian warisan, tetapi Yeria menuduh Yeremia bermaksud hendak menemui orang-orang Kasdim, musuh Yehuda. Yeremia berusaha menjelaskan maksudnya yang sesungguhnya, tetapi Yeria teguh pada sangkaannya. Ia tetap tidak percaya. Ia membawa Yeremia kepada para pemuka. Yeremia dipukul dan dimasukkan ke rumah tahanan di ruang cadangan air. Selengkapnya:

Yeremia 37 (11) Ketika tentara orang Kasdim itu telah angkat kaki dari Yerusalem oleh karena takut kepada tentara Firaun, (12) maka keluarlah Yeremia dari Yerusalem untuk pergi ke daerah Benyamin dengan maksud mengurus di sana pembagian warisan di antara kaum keluarga. (13) Tetapi ketika ia sampai ke pintu gerbang Benyamin, maka di sana ada seorang kepala jaga yang bernama Yeria bin Selemya bin Hananya; ia menangkap nabi Yeremia sambil berteriak: "Engkau mau menyeberang kepada orang Kasdim!" (14) Dan sekalipun Yeremia menjawab: "Itu bohong, aku tidak hendak menyeberang kepada orang Kasdim!", tetapi Yeria tidak mendengarkan, lalu ia menangkap Yeremia dan membawanya menghadap para pemuka. (15) Para pemuka ini menjadi marah kepada Yeremia; mereka memukul dia dan memasukkannya ke dalam rumah tahanan, rumah panitera Yonatan itu; adapun rumah itu telah dibuat mereka menjadi penjara. (16) Demikianlah halnya Yeremia masuk ke dalam ruang cadangan air di bawah tanah itu. Dan lama Yeremia tinggal di sana.

Yeremia 11:18 Kemudian berkatalah Yeremia kepada raja Zedekia: "Apakah dosa yang kuperbuat kepadamu, kepada pegawai-pegawaimu dan kepada bangsa ini, sehingga kamu memasukkan aku ke dalam penjara?

Menaruh percaya juga akan menolong Saudara melewati malam dengan tidak lagi membawa kemarahan hingga keesokan harinya. Jika tidak, Saudara akan tetap menganggap persoalan belum selesai (= mendendam). Bisa jadi Saudara akan terus mencari kesempatan dengan memikirkan segala cara untuk membuktikan kebenaran amarah Saudara. >>> Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN. (Imamat 19:18)

Lebih berbahaya lagi bila Saudara mengharapkan pembuktian itu dengan menanti-nantikan malapetaka ataupun hal-hal yang buruk menimpa diri orang itu atau keluarganya dengan harapan bahwa malapetaka itu adalah pertanda dari Allah bahwa ia salah dan Saudaralah yang benar.

Amsal 17:5b Siapa gembira karena suatu kecelakaan tidak akan luput dari hukuman.

Amsal 24 (17) Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan hatimu beria-ria kalau ia terperosok, (18) supaya TUHAN tidak melihatnya dan menganggapnya jahat, lalu memalingkan murkanya dari pada orang itu.

Waktu bagi hal itu mungkin tidak akan pernah datang. Justru dengan mengharapkan kecelakaannya atau menanti-nantikan hal-hal yang buruk menimpanya, hal itu tidak akan pernah terjadi.

Mazmur 40 (15) Biarlah mendapat malu dan tersipu-sipu mereka semua yang ingin mencabut nyawaku; biarlah mundur dan kena noda mereka yang mengingini kecelakaanku! (16) Biarlah terdiam karena malu mereka yang mengatai aku: "Syukur, syukur!"

Mazmur 86:17 Lakukanlah kepadaku suatu tanda kebaikan, supaya orang-orang yang membenci aku melihat dengan malu, bahwa Engkau, ya TUHAN, telah menolong dan menghiburkan aku.

Sebab, yang berhak memutuskan hal itu bukan Saudara, tetapi TUHAN Allah. >>> Hak-Kulah dendam dan pembalasan, pada waktu kaki mereka goyang, sebab hari bencana bagi mereka telah dekat, akan segera datang apa yang telah disediakan bagi mereka. (Ulangan 32:35)

Yang terjadi, Saudara tetap menyimpan kemarahan itu di hati Saudara, tidak saja: satu, dua, tiga, dan sekian kalinya matahari terbenam, bahkan ada orang yang membawanya sampai ia mati.

Akhirnya, mengampuni orang yang bersalah adalah poin penting yang terutama dan utama bila kita menjadi marah. >>> Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. (Kolose 3:13)

Cukuplah di sini kita diingatkan, bahwa jika kita tidak mengampuni kesalahan orang lain, maka kesalahan kita pun tidak akan diampuni oleh TUHAN Allah. Ini pasti!

Matius 6 (14) Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. (15) Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu."

Matius 18 (33) Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? (34) Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. (35) Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu."

Tidak selalu masalah akan selesai pada hari itu juga. Akan tetapi, Saudara telah berusaha keras untuk menaati kehendak Allah dengan melakukan firman-Nya, yakni menjadi tenang (= “padam amarahmu”) dan tidak berbuat dosa di saat Saudara sedang menaruh rasa marah.

Semua ini pun bergantung pada kedewasaan iman dan kasih seseorang yang diperolehnya karena pengenalannya akan Tuhan dari firman-Nya. >>> Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian. (Amsal 9:10)

Orang yang punya kerinduan kuat untuk mengenal Tuhan secara pribadi dengan membaca dan/atau mendengarkan serta merenungkan firman Tuhan dengan tidak putus-putusnya akan beroleh banyak pengertian yang diperlukannya dalam menjalani kehidupan di dalam dunia ini, termasuk bila ia menjadi marah.

Mazmur 119 (97) Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari. (98) Perintah-Mu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku.  (99) Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan. (100) Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu. (101) Terhadap segala jalan kejahatan aku menahan kakiku, supaya aku berpegang pada firman-Mu. (102) Aku tidak menyimpang dari hukum-hukum-Mu, sebab Engkaulah yang mengajar aku.

(104) Aku beroleh pengertian dari titah-titah-Mu, itulah sebabnya aku benci segala jalan dusta.

(110) Orang-orang fasik telah memasang jerat terhadap aku, tetapi aku tidak sesat dari titah-titah-Mu.--

©HEP
◄|| Amsal 29:8b

Posting Komentar untuk "Bila Menjadi Marah | Efesus 4:26-27"